Sabtu, 21 Desember 2013

logika dan kerangka berpikir


Kajian Teori Dan Kerangka Berpikir

           Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Hasil penelitian tidak pernah dimaksudkan sebagai suatu pemecahan (solusi) langsung dari permasalahan yang dihadapi , karena penelitihan merupakan bagian dari uasaha pemecahan masalah yang lebih besar. Fungsi penelitian adalah mencarikan penjelasan dari jawaban terhadap permasalahan serta menghasilkan alternatif bagi kemungkinan yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.[1][1] Penelitian ilmiah harus memuat unsur-unsur berfikir ilmiah, yaitu terungkap adanya persoalan dan masalah, termasuk mengajukan dugaan-dugaan sementara (hipotesis), adanya informasi, bukti atau data yang logis untuk dianalisis dan diakhiri dengan suatu kesimpulan berikut implikasinya.[2][2]
            Untuk menguasai teori, maupun generalisasi-generalisasi dari hasil penelitian, maka peneliti harus rajin membaca. Orang harus membaca dan membaca dan menelaah yang dibaca itu setuntas mungkin agar ia dapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah-langkah berikutnya.[3][3]
            Seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis, kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan.[4][4]
            Mudah-mudahan makalah ini dapat menguak tentang kajian teori dan kerangka berpikir yang erat kaitannya dengan Penelitian.
I.              PEMBAHASAN

A.                kajian Teori
Kebutuhan Terhadap Teori
            Seorang peneliti membutuhkan teori yang menjadi dalil bagi dasar-dasar pijakan penelitian. Teori dapat menjadi dasar dan rangka suatu ilmu pengetahuan. Teori yang ilmiah adalah teori yang dapat dijadikan pijakan untuk melakukan pengelohan data, mulai sistem pengumpulan data yang dimaksudkan akan diketahui relevansinya dengan teori atau sebaliknya bertentangan dengan teori. Teori ini merupakan semacam tolok ukur realitas yang sedang diteliti.[5][5]
Pengertian Teori
            Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Seperti dinyatakan oleh Neumen (2003) “Researchers Use theory differently in various types of research, but some type of theory is present in most social research” Kerlinger (1978) mengemukakan bahwa Theory is a set of interrelated construct (concepts), definitions that  present a systematic  view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaning and  predicting the phenomena. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), devinisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.[6][6]
            Suatu teori dalam penelitian bisa saja berfungsi sebagai argumentasi, pembahasan, atau alasan. Teori biasanya membantu menjelaskan (atau memprediksi) fenomena yang muncul di dunia.[7][7]
            Berkenaan dengan pendidikan (pendidikan Islam), ada dua istilah yang penting dikemukakan, yaitu paedagogie dan paedagogiek. Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan (Ngalim Purwanto, 1999:3). Paedagogiek adalah ilmu yang menyelidiki dan merenungkan gejala-gejala perbuatan mendidik. Secara materiil, inti paedagogiek adalah teori-teori pendidikan.
            Istilah teori memiliki tiga pengertian ,yaitu :
1.      Suatu hipotesis tentang masalah
2.      Lawan dari praktik, yaitu pengetahuan yang disusun secara sistematis dari kesimpulan umum yang relative
3.      Lawan dari hukum-hukum dan observasi, suatu dedukasi dari aksioma dan teorema suatu system yang pasti (tidak perlu di uji), secara relative kurang problematic dan lebih banyak diterima dan diyakini
Dalam Dictionary Americana dijelaskan bahwa teori adalah :
1.      Susunan yang sistematis tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan dalil-dalil nyata
2.      Penjelasan hipotesis tentang fenomena atau hipotesis yang belum teruji secara empiris
3.      Eksposisi tentang prinsip-prinsip umum atau abstrak ilmu humaniora yang berasal dari praktik
4.      Rencana atau system yang dapat dijadikan metode bertindak ,doktrin atau hukum yang hanya didasarkan atas renungan spekulatif.[8][8]
            Kneller, mengemukakan dua pengertian tentang teori. Pertama teori adalah empiris, dalam arti sebagai suatu hasil pengujian terhadap hipotesis melalui observasi dan eksperimen. Cara berpikir yang digunakan adalah metode induktif. Makna teori disini identik dengan makna teori yang dikembangkan dalam sains. Kedua, teori dapat diperoleh melalui berpikir sistematis spekulatif dengan menggunakan metode deduktif. Teori merupakan seperangkat berpikir koheren, yang sesuai dengan teori koherensi tentang kebenaran, koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri pada kriteria konsistensi argumentasi. Jika terdapat konsistensi dalam berpikir, kesimpulan yang di tariknya adalah benar, sebaliknya jika terdapat argumentasi yang bersifat tidak konsisten, kesimpulan yang ditariknya adalah salah.[9][9]
            Mark 1963, dalam (Sitirahayu Haditono, 1999) ,membedakan adanya tiga macam teori. Ketiga teori yang dimaksud ini berhubungan dengan data empiris. Dengan demikian dapat dibedakan antara lain :
1.      Teori yang deduktif: memberi keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran spekulatif ke arah data akan diterangkan
2.      Teori yang induktif: adalah cara menerangkan dari data kearah teori. Dalam bentuk ekstrim titik pandang yang posivistik ini dijumpai pada kaum behaviorist
3.      Teori yang fungsional: disini tampak suatu interaksi pengaruh antara data dan perkiraan teoritis, yaitu data mempengarui pembentukan teori dan pembentukan teori kembali mempengarui data.
            Berdasarkan data tersebut di atas secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa, suatu teori adalah suatu konseptualisasi yang umum. Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui ,jalan yang sistematis. Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak, dia bukan suatu teori.[10][10]
Fungsi dan Peranan Teori dalam Penelitian
            Redja Mudyahardjo (2002) mengemukakan bahwa ,sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep yang terpadu, menerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan. Sebuah teori ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan ,dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna. Asumsi pokok pendidikan adalah :
1.      Pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar dan lingkungan belajarnya.
2.      Pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik
3.      Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan yang bermula dari kondisi-kondisi aktual dari individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
            Apabila istilah teori dihubungkan dengan pendidikan, secara sederhana teori pendidikan dapat diartikan sebagai berikut; teori pendidikan pada dasarnya merupakan sejumlah pernyataan deskriptif yang menjelaskan sesuatu dan hubungannya dengan sesuatu yang lain dalam wilayah pendidikan, teori pendidikan berfungsi sebagai hipotesis dalam praktik pendidikan; dan teori pendidikan dapat disusun dan dibangun dengan menggunakan berbagai pendekatan pengetahuan yang dimiliki manusia, diantaranya yang utama adalah melalui pendekatan filsafat dan sains.[11][11]
            Dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka fungsi teori yang pertama di gunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup, atau konstruk variabel yang akan diteliti. Fungsi teori yang kedua (prediksi dan pemandu untuk menemukan fakta) adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrumen penelitian , karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif. Selanjutnya fungsi teori yang ketiga (kontrol) digunakan mencandra dan membahas hasil penelitian, sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah.[12][12]
            Menurut Moh. Nazir, teori adalah alat dari ilmu (tool of saince). Dilain pihak, teori juga merupakan alat penolong teori, sebagai alat dari ilmu , teori mempunyai peranan sebagai berikut :
a.      Teori mendefinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat abstraksinya.
b.      Teori memberikan rencana (scheme) konseptual, dengan rencana mana fenomena-fenomena yang relevan disistematikan, diklasifikasikan dan dihubung-hubungkan.
c.      Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan sistem generalisasi.
d.     Teori memberikan prediksi terhadap fakta.
e.      Teori memperjelas celah-celah didalam pengetahuan kita.[13][13]
Deskripsi Teori
            Deskrepsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (dan bukan sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel  yang diteliti. Berapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan/dideskripsikan, akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Bila dalam suatu penelitian terdapat tiga variabel independen dan dependen, maka kelompok teori yang perlu dideskripsikan ada empat kelompok teori, yaitu kelompok teori yang berkenaan dengan tiga variabel independen dan satu dependen. Oleh karena itu, semakin banyak variabel yang diteliti, maka akan semakin banyak teori yang perlu dikemukakan.
            Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai refrensi, sehingga ruang lingkup ,kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.
            Teori-teori yang dideskripsikan dalam proposal maupun laporan penelitian dapat digunakan sebagai indikator apakah peneliti menguasai teori dan konteks yang diteliti atau tidak. Variabel-variabel penelitian yang tidak dapat dijelaskan dengan baik, baik dari segi pengertian maupun kedudukan dan hubungan antar variabel yang diteliti, menunjukan bahwa peneliti tidak menguasai teori dan konteks penelitian.
            Untuk menguasai teori, maupun generalisasi-generalisasi dari hasil penelitian, maka harus rajin membaca. Orang harus membaca dan membaca, dan menelaah yang dibaca itu setuntas mungkin agar ia dapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah-langkah berikutnya. Membaca merupakan ketrampilan yang harus dikembangkan dan dipupuk (Sumadi Suryabrata, 1996).
            Langkah-langkah untuk dapat melakukan pendeskripsian adalah sebagai berikut :
1.      Tetapkan nama variabel yang diteliti, dan jumlah variabelnya.
2.      Cari sumber-sumber bacaan (buku, kamus, ensiklopedia, journal ilmiah, laporan penelitian, Skripsi, Tesis, Disertasi).
3.      Lihat daftar isi setiap buku, dan pilih topik yang relevan dengan setiap variabel yang akan di teliti
4.      Cari devinisi setiap variabel yang akan di teliti pada setiap sumber bacaan, bandingkan antara satu sumber dengan sumber yang lain, dan pilih devinisi yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
5.      Baca seluruh isi topik buku yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti, lakukan analisa, renungkan, dan batlah rumusan dengan bahasa sendiri tentang isi setiap sumber data yang dibaca.
6.      Deskripsikan teori-teori yang telah dibaca dari berbagai sumber kedalam bentuk tulisan dengan bahasa sendiri.sumber-sumber bacaan yang dikutip atau yang digunakan sebagai landasan untuk mendeskripsikan teori harus dicantumkan.[14][14]

B.    KERANGKA BERFIKIR
            Dari pengkajian pustaka dapat ditemukan berbagai konsep dan teori yang dibutuhkan dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Teori biasanya berhubungan dengan objek tertentu dalam cakupan bidang ilmu tertentu; dan dihubungkan dengan nama perumus teori tersebut. Teori merupakan serangkaian pernyataan sistematis yang bersifat abstrak tentang subjek tertentu. Subjek dapat berupa pemikiran, pendapat, nilai-nilai, norma-norma, pranata sosial, peristiwa-peristiwa, dan perilaku manusia. Ia dijadikan landasan dalam perumusan kerangka berpikir (Cik Hasan Bisri,1999: 40).[15][15]
            Kerangka berpikir adalah penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan kita. Kerangka berpikir disusun berdasarkan tinjauan pustakan dan hasil penelitian yang relevan.[16][16] Kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bisa meyakinkan sesama ilmuan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah di deskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.[17][17]
            Kerangka berpikir merupakan bagian dari penelitian yang menggambarkan alur pikiran penelitian dalam memberikan penjelasan kepada orang lain, mengapa dia mempunyai anggapan seperti yang diutarakan dalam hipotesis
              Sebuah kerangka berpikir dikatakan baik apabila memuat beberapa hal berikut :
1.      Paparan sistematis tentang variabel-variabel yang diteliti.
2.     Paparan sistematis yang menunjukan dan menjelaskan pertautan atau hubungan antarvariabel yang diteliti, dan ada teori yang mendasari.
3.      Paparan sistematis yang menunjukan dan menjelaskan hubungan antarvariabel, baik positif atau negatif, berbentuk simetris, kausal, atau timbal balik (interaktif).
4.      Paparan sistematis dari variabel pada penelitian kuantitatif, menyertakan penjelasan terukur berupa indikator-indikator masing-masing variabel.
5.      Kerangka berpikir tersebut dinyatakan dalam bentuk skema berpikir (model penelitian) sehingga cara kerja teoretis penelitian dapat dipahami.
            Kerangka berpikir dapat berupa kerangka teori dan kerangka penalaran logis, kerangka teori tersebut merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan dan cara menggunakan teori tersebut dalam menjawab pertanyaan penelitian, kerangka berpikir bersifat operasional, yang diturunkan dari satu atau beberapa teori, atau dari pernyataan-pernyataan yang logis. Ia berhubungan dengan masalah penelitian dan menjadi pedoman dalam perumusan hipotesis yang akan diajukan (Cik Hasan Bisri,1999:40).[18][18]
Proses Penyusunan Kerangka Berpikir Untuk Merumuskan Hipotesis
1.               Menetapkan Variabel yang diteliti
            Untuk menemukan kelompok teori apa yang perlu dikemukakan dalam menyusun kerangka berfikir untuk pengajuan hipotesis, maka harus ditetapkan terlebih dulu variabel penelitiannya. Berapa jumlah variabel yang diteliti, dan apakah nama setiap variabel, merupakan titik tolak untuk menentukan teori yang akan dikemukakan.
1.                  Membaca Buku dan Hasil Penelitihan (HP)
            Setelah variabel ditentukan ,maka langkah berikutnya adalah membaca buku-buku dan hasil penelitian yang relevan. Buku-buku yang dibaca dapat berbentuk buku teks, ensiklopedia, dan kamus. Hasil penelitian yang dapat dibaca adalah, laporan penelitian, journal ilmiah, Skripsi, Tesis dan Disertasi.
2.                  Deskripsi Teori dan Hasil Penelitian (HP)
            Dari buku dan hasil penelitian yang dibaca akan dapat dikemukakan teori-teori yang berkenaan dengan variabel yang diteliti. Seperti telah dikemukakan, deskripsi teori berisi tentang, devinisi tehadap masing-masing variabel yang diteliti, uraian rinci tentang ruang lingkup setiap variabel, dan kedudukan antara variabel satu dengan yang lain dalam konteks penelitian itu.
3.                  Analisis Kritis terhadap Teori dan Hasil Penelitian
            Pada tahap ini peneliti melakukan analisis secara kritis terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang telah dikemukakan. Dalam analisis ini peneliti akan mengkaji apakah teori-teori dan hasil penelitian yang telah ditetapkan itu betul-betul sesuai dengan obyek penelitian atau tidak, karena sering terjadi teori-teori yang berasal dari luar tidak sesuai untuk penelitian didalam negeri.
4.                  Analisis Komparatif Terhadap Teori dan Hasil penelitian
            Analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori yang lain, dan hasil penelitian satu dengan penelitian yang lain. Melalui analisis komparatif ini peneliti dapat memadukan antara teori satu dengan teori lain, atau mereduksi bila dipandang terlalu luas.
5.                  Sintesa Kesimpulan
            Melalui analisis kritis dan komparatif terhadap teori-teori dan hasil penelitian yang relevan dengan semua variabel yang diteliti, selanjutnya peneliti dapat melakukan sinresa atau kesimpulan sementara, perpaduan sintesa antara variabel satu dengan variabel yang lain akan menghasilkan kerangka berfikir yang selanjutnya dapat digunakan merumuskan hipotesis.
6.                  Kerangka Berpikir
            Setelah sintesa atau kesimpulan dapat dirumuskan maka selanjutnya disusun kerangka berpikir. Kerangka berpikir yang dihasilkan dapat berupa kerangka berpikir yang asosiatif/hubungan maupun komparatif/perbandingan. Kerangka berpikir asosiatif dapat menggunakan kalimat: jika begini maka akan begitu, jika guru kompeten, maka hasil belajar akan tinggi. Jika kepemimpinan kepala sekolah baik, maka iklim kerja sekolah akan baik. Jika kebijakan pendidikan dilaksanakan secara baik dan konsisten, maka kualitas SDM di Indonesia akan meningkat pada gradasi yang tinggi.
7.                  Hipotesis
            Berdasarkan kerangka berpikir tersebut selanjutnya disusun hipotesis bila kerangka berpikir berbunyi “jika guru kompeten, maka hasil belajar akan tinggi”, maka hipotesisnya berbunyi ada hubungan yang positif dan signifikan antara kompetensi guru dengan hasil belajar” Bila kerangka berpikir berbunyi “karena lembaga pendidikan A menggunakan teknologi pembelajaran yang tinggi, maka kualitas hasil belajar akan lebih tinggi bila di bandingkan dengan lembaga pendidikan B yang teknologi pembelajarannya rendah.” Maka hipotesisnya berbunyi “Terdapat perbedaan kualitas hasil belajar yang signifikan antara lembaga pendidikan A dan B, atau hasil belajar lembaga pendidikan A lebih tinggi bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan B.
III.        KESIMPULAN
            Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), devinisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Sebuah teori ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan ,dan ada pula yang berperan sebagai definisi atau keterangan yang menyatakan makna.
            Kerangka berpikir merupakan bagian dari penelitian yang menggambarkan alur pikiran penelitian dalam memberikan penjelasan kepada orang lain, mengapa dia mempunyai anggapan seperti yang diutarakan dalam hipotesis. Karena kerangka pemikiran yang bisa meyakinkan sesama ilmuan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis.

IV.        DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin,Metode Penelitian ,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2001.
Cresw   ell,Johnw, Research Design (Pendekatan Kualitatif ,Kuantitatif dan Mixed), Penerjemah Ahmad Fawaid, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012.
Mahmudi, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:CV Pustaka Setia,2011.
Nazir,  Moh,Metode Penelitian, Jakarta:Ghalia Indonesia,1988.
Saebani , Beni Ahmad, Metode Penelitian, Bandung: CV Pustaka Setia,2008.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta,2009.
Usman , Husaini, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT Bumi Aksara,2008.

Contoh Kerangka Pemikiran dan Pengertian

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2_2e1B0-FmexmbOHEinswPlnoGtkNkaIFaWQauJ677my_T0FHB__MR6i6f-WO3xvCxCP7eayNuahqsTOZL41zm6y1ZnK_un9066z4aiy_-aacVwo-vFpbPtZbDnm741rIrER-yyU4TK1v/s1600/print.gif
Kerangka pemikiran adalah alur-alur yang logis dalam mebangun suatu kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan berupa hipotesis (Suriasumantri, 2001: 316).

Berdasarkan latar belakang penelitian dan permasalahan penelitian, maka dibawah ini disusun suatu kerangka pemikiran sebagai argumentasi yang menjelaskan hubungan antar pelbagai faktor dalam membentuk konstelasi permasalahan untuk memudahkan dalam membuat hipotesis, sebagai berikut:

Hubungan Internasional merupakan ilmu dengan kajian interdisipliner yaitu bahwa ilmu ini dapat menggunakan pelbagai teori, konsep, dan pendekatan dari bidang-bidang ilmu lain dalam mengembangkan kajian-kajiannya (Rudy, 1993: 3). Sedangkan, Hermawan (2007: 282) menjelaskan bahwa studi Hubungan Internasional bersifat divergen, artinya studi ini merupakan kumpulan dari cabang-cabang ilmu pengetahuan yang memiliki perhatian terhadap masalah-masalah internasional. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa sepanjang menyangkut aspek internasional (hubungan/interaksi yang melintasi batas negara) adalah Hubungan Internasional yang berkemungkinan berkaitan atau ada relevansinya dengan pelbagai bidang lain.

Dalam penjelasan lain, Hubungan Internasional merupakan segala macam hubungan interaksi antar negara bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat internasional, dengan segala aspek yang terkait dalam hubungan tersebut (Holsti, 1992: 29), dan Johari (1985: 5) menambahkan, yaitu suatu studi tentang para pelaku bukan negara (non state-performer) yang perilakunya memiliki pengaruh terhadap kehidupan negara bangsa.

Hubungan Internasional adalah studi tentang interaksi yang terjadi antara negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor bukan negara yang perilakunya mempunyai pengaruh tehadap kehidupan negara bangsa atau merupakan bentuk interaksi antar aktor atau anggota masyarakat yang satu dengan aktor atau anggota masyarakat lain (Perwita dan Yani, 2005: 3).
Mas’oed (1994: 28), mendefinisikan  Hubungan Internasional sebagai studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi non pemerintah, kesatuan sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik serta individu-individu. Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara maupun non negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerja sama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi dalam organisasi internasional.
Berdasarkan penjelasan itu diketahui bahwa peran aktor non negara semakin penting dalam mewarnai interaksi Hubungan Internasional, dalam hal ini adalah organisasi internasional yang merupakan salah satu kajian dalam Hubungan Internasional serta merupakan salah satu aktor dalam Hubungan Internasional. Defenisi dari organisasi internasional adalah suatu pola kerja sama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukanserta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda (Rudy, 1998: 3).
Organisasi internasional dalam pengertian Michael Hass memiliki dua pengertian yaitu: pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non lembaga dalam istilah organisasi internasional ini (Rossenau, di dalam Perwita dan Yani, 2005: 93).
Archer mendefinisikan organisasi internasional sebagai suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-anggota (pemerintah dan on pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama anggotanya. Upaya mendefinisikan pakar lain yaitu dari Coulumbus dan Wolfe, suatu organisasi internasional harus melihat tujuan yang ingin dicapai, institusi-institusi yang ada, suatu proses perkiraan peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah terhadap hubungan antara suatu negara dengan aktor-aktor non negara (Perwita dan Yani, 2005: 92).
Sedangkan dari sisi kajian, Hubungan Internasional pada masa lampau berfokus kepada kajian mengenai perang dan damai, dan pada kajian Hubungan Internasional kontemporer mencakup sekelompok kajian lainnya seperti mengenai interdependensi ekonomi, hak-hak asasi manusia, globalisasi, terorisme, organisasi-organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional seperti MNC, TNC, dan lain sebagainya (Rudy, 2003: 1). Semakin luasnya ruang lingkup yang dikaji Hubungan Internasional mengenai pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat (politik, ekonomi, sosial dan budaya) sehingga memungkinkan disiplin ilmu Hubungan Internasional untuk dapat menggambarkan, menjelaskan ataupun memprediksi kejadian-kejadian internasional. Bahkan diharapkan ilmu Hubungan Internasional mampu mengembangkan dan memberi jawaban terhadap pelbagai isu dan fenomena baru di dalam menghadapi tantangan  interaksi internasional yang dinamis dan berkembang pesat.
Semakin luas cakupan kajian studi hubungan internasioanal tidak terkecuali bidang ekonomi. Seperti sudah di utarakan di atas, dan diperjelas melalui tulisan Lopez dan Stohl (1983: 3) bahwa Hubungan Internasional juga meliputi transaksi ekonomi, penggunaan kekuatan militer dan diplomasi baik secara umum maupun khusus, sehingga dalam perkembangannya mengarah ke arah kegiatan-kegiatan seperti perang, bantuan kemanusiaan, perdagangan internasional dan investasi, turisme, dan juga olimpiade. Dan melalui pendapat bahwa Hubungan Internasional mempelajari fenomena politk internasional yang meliputi keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara untuk mempengaruhi negara-negara lain, dapatlah disimpulkan bahwa kajian ekonomi khususnya ekonomi politik internasional merupakan bagian dari studi Hubungan Internasional.
Sebagaimana diketahui bahwa studi Hubungan Internasional mulai mengkaji ekonomi-politik internasional sejak tahun 1970, dan ekonomi-poltik internasional itu sendiri membutuhkan integrasi teori-teori dari disiplin ekonomi dan poltik, misalnya masalah-masalah dalam isu perdagangan internasional, moneter,dan pembangunan ekonomi (Gilpin, 1987: 3). Lebih lanjut, Rudy (1993: 50-51) menjelaskan ekonomi-politik adalah hasil interaksi anatara kajian ekonomi dan kajian politik, yang mempertimbangkan serta dipengaruhi unsur ekonomi, unsur politik yang satu sama lain saling berinteraksi. Dan ekonomi politik internasional adalah interaksi mekanisme pasar internasional (termasuk hal interdependensi, depedensi, dan globalisasi) dengan sistem masyarakat internasional yaitu multi-state system dan pola hubungan antarnegara serta kebijakan masing-masing pemerintah untuk mempengaruhi situasi pasar internasional baik dalam bidang perdagangan maupun dalam bidang moneter.
Bahwasanya dari penjelasan di atas, ekonomi-politik internasional merupakan subkajian Hubungan Internasional, dan dalam bahasan ekonomi politik-internasional itu sendiri diantaranya mencakup aktivitas perdagangan, sudah tentu perdagangan yang dimaksud adalah aktivitas yang melibatkan dua atau lebih negara, atau kegiatan yang melintasi batas negara. Juga dibahas pelbagai point seperti, melindungi industri perdagangan (term of trade), proteksi, tarif prinsip (pajak) dan kuota (Rudy, 2003: 11).
Perdagangan internasional (pengertian dari perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh pihak-pihak dari negara yang berbeda, secara garis besar diimplementasikan dalam bentuk transaksi ekspor dan impor (Rinaldy (2006: 275)) itu sendiri berdasarkan teori klasik pada awal-awal perkembangannya, seperti yang diperkenalkan Adam Smith, David Ricardo, dan John Stuart Mill. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan perkembangan perdagangan internasional, teori perdagangan internanisional juga mengalami perkembangan yang disebut atau dikenal dengan teori modern. Secara umum teori perdagangan internasional yang tradisional memperlihatkan bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang terlibat dalam perdagangan tersebut dengan asumsi setiap negara mempunyai keunggulan komparatif dibandiingkan dengan negara lain. Kemudian teori yang lebih modern atau dikenal sebagai new theory mendasarkan pada asumsi persaingan sempurna, increasing return to scale (hasil yang bertambah) dan perbedaan produk (Arifin, dkk., (eds),  2007: 2).  
Perdagangan dewasa ini membutuhkan perhatian serius, mengingat perdagangan melibatkan banyak negara di dunia, dan nyatanya tidak satupun negara di dunia ini yang benar-benar menutup pasarnya. Sehingga, akhir-akhir ini usaha untuk meliberalisasi perdagangan semakin kuat (Arifin, dkk., (eds), 2007: 14). Dengan keyakinan bahwa keuntungan akan banyak diperoleh apabila dilakukan pedagangan yang bebas, ini dapat dijelaskan melalui keuntungan spesialisasi yang semakin jauh sehingga volume perdagangan naik (Nopirin, 1999: 83-84). Pendukung kebijakan perdagangan bebas menekankan bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan efesiensi ekonomi dan karenanya akan meningkatkan kesejahteraan nasional, sebagaimana dijelaskan Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1722-1823), bahwa:
Perdagangan bebas akan dengan sendirinya menciptakan     international  division of labour (pembagian kerja internasional) yang saling menguntungkan.... (Hadiwinata, 2004: 2).   
Namun, tidak semua pihak mendukung sepenuhnya perdagangan bebas bahkan sebaliknya. Ini terlihat dari kegagalan pertemuan-pertemuan WTO, seperti kerusuhan yang terjadi di Seattle, Amerika Serikat. Pertemuan ini sebagai lanjutan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya untuk membicarakan pelbagai masalah yang terkait kesepakatan perdagangan di WTO.  Bahkan, yang lain beranggapan perdagangan bebas tidak saja membawa keuntungan bagi kelompok masyarakat, namun pada sebagian lain bisa menderita kerugian seperti yang diungkapkan oleh pendukung kebijakan proteksionisme. Kemudian muncul pula gagasan fair trade (perdagangan yang adil adalah suatu gerakan internasional yang mencoba memberikan jaminan bahwa produsen di negara-egara miskin mendapatkan kontrak-kontrak pembelian yang adil (fair deal) yang mencakup harga yang pantas bagi produk-produk mereka, kontrak-kontrak pembelian jangka panjang, dukungan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan peningkatan poduktivitas (Hadiwinata, 2004: 6)) yang dikumandangkan terutama dari kalangan NGOs atas ketidakpuasan terhadap rejim perdagangan internasional yang didominasi dorongan untuk meliberalisasi perdagangan.
Liberalisasi perdagangan itu ditandai dengan penghapusan bea masuk impor dan hambatan perdagangan lainnya akan membuat pasar dunia dan pasar domestik secara spasial semakin terintegrasi . Menurut McGuire (2004) liberalisasi memerlukan proses yang kompleks. Artinya, ada tindakan membuka pasar dalam negeri, dan pada saat yang sama memungsikan pasar dalam negeri untuk meraih manfaat dari pengembangan perdagangan. Indikasi liberalisasi dapat dilihat dari tingkat penerapan tarif impor maupun ekspor (Sawit, 2007: 32).
Liberalisasi perdagangan adalah salah satu dari tiga paket besar liberalisasi ekonomi guna menciptakan pasar bebas dunia. Ketiga agenda tersebut secara beriringan membuka “benteng” perekonomian nasional dan mengintegrasikannya ke dalam sistem pasar dunia. Secara khusus, liberalisasi perdagangan ditujukan untuk memudahkan pergerakan barang dan jasa ke seluruh dunia. Secara sederhana. Todaro (1997) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan (perdagangan bebas) diartikan sebagai suatu perdagangan di mana barang-barang dapat diimpor dan diekspor tanpa adanya halangan baik dalam bentuk tarif, kuota, maupun pelbagaii halangan lainnya (Juliantono, 2007: 35-36).
Liberalisasi perdagangan merupakan penerjemahan liberalisme, khususnya liberalisme ekonomi, di sektor perdagangan. Rujukan konseptual yang menjadi dasar teori liberalisasi perdagangan adalah pandangan David Ricardo mengenai “keunggulan komparatif”. Menurut teori tersebut, suatu negara dapat meraih kesejahteraan bersama melalui perdagangan apabila mengkhususkan perekonomiannya untuk memproduksi dan mengekspor barang-barang yang paling efisien atau memiliki kerugian absolut yang lebih kecil dan mengimpor barang-barang yang memiliki kerugian absolut yang paling besar bagi negaranya (Todaro, di dalam Julianto, 2007: 36).
Sedangkan, laju perdagangan juga didorong pesat oleh fenomena globalisasi. Globalisasi yang telah mengantarkan kepada dunia tanpa “batas” untuk berinteraksi, membutuhkan pengendalian agar tercipta keadaan yang kondusif di dunia. Memang, perdebatan mengeani globalisasi belumlah tuntas, seperti yang digambarkan Manfred B. Steger (2002: 29):
....perdebatan tentang globalisasi terjadi dalam dua arena yang terpisah namun berhubungan. Satu pertempuran terjadi dalam dinding sempit akademis, sedangkan pertempuran lainnya terjadi di arena wacana publik.
Proses globalisasi telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, dan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antarnegara dalam pelbagai paraktik dunia usaha/bisnis seakan-seakan tidak berlaku lagi. Banyaknya definisi globalisasi dengan berbagi perspektif masing-masing seperti apa yang diungkapkan Steger di atas, sehingga globalisasi disini merupakan suatu proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangkan batas-batasan secara nyata (Rudy, 2003: 5). Sedangkan, dimensi globalisasi dijelaskan Thomas I Friedman (New York Time, 2000), sebagai berikut:
1.    Dimensi ideologi, yaitu kapitalisme dan seperangkat nilai yang meyertainya.
2.    Dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas.
3.    Dimensi tekonologi, khususnya teknologi informasi (Halwani, 2005: 194).

Globalisasi sebagai fenomena riil yang menandai transformasi besar dalam persoalan dunia. Dalam hal ini bahwa kajian-kajian globalisasi menyampaikan pandangan esensi dari fenomena tersebut meliputi meningkatknya keterkaiatan ekonomi nasional melalui perdagangan, aliran keuangan, dan investasi asing langsung (FDI) melalui perusahaan multinasional (Gilpin, 2000: 299). Sehingga, globalisasi meningkatkan peranan NGOs yang lebih besar dalam persoalan dunia, terutama menyangkut perekonomian dunia.
Tidak Seperti halnya tema-tema klasik perekonomian dunia  dengan memfokuskan pada interaksi antara unsr-unsur state (negara), market (pasar), power (kekuasaan), dan plenty (kemakmuaran) (Hadiwinata, 2002: 26). Pada perkembangan Hubungan Internasional kontemporer aktor-aktor internasional tidak lagi didominasi negara (state), tapi adanya tantangan dari NGOs seperti beroperasinya MNCs di banyak negara yang didukung kaum liberalis. Robert Gilpin mengakui bahwa, meningkatnya kekuatan TNCs  telah sangat mengubah struktur dan kinerja ekonomi global.
Perusahaan-perusahaan raksasa ini dan strategi global mereka telah menjadi penentu utama arus perdagangan.... Akibatnya, perusahaan-perusahaan multinasional kian berperan menentukan perekonomian, politik, dan kesejahteraan sosial di banyak negara (Steger, 2006: 44).
Kenyataan ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi liberalisasi pasar. Oleh sebab itu, peran dan pengaruh WTO sebagai organisasi yang mengempanyekan globalisasi dalam bentuk liberalisasi ekonomi secara terus menerus, karena tanpa dipungkiri perdagangan merupakan salah satu faktor penting dari perkembangan globalisasi itu sendiri.
Perkembangan liberalisasi perdagangan dunia dalam perekonomian, politik dan semua sektor memberikan peluang dan ancaman, atau kesempatan dan hambatan terhadap aktivitas perdagangan global seluruh dunia. Sehingga, setiap negara memerlukan ketepatan dalam membuat suatu kebijakan (Secara umum kebijakan disini, menurut Grifith (2002: 95) diartikan sebagai susunan strategi yang digunakan oleh pemerintah untuk memandu tindakan mereka dalam bidang tertentu (yang didalamnya tedapat pelbagai alternatif yang sebelumnya telah disusun bersama)) sebagai respon dari perkembangan liberalisasi perdagangan dunia.
Pengaruh menurut Daniel S. Paap dinyatakan secara tidak langsung oleh kemampuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan untuk menentukan hasil yang keluar. Konsep pengruh merupakan suatu alat untuk mencapai dan secara tidak langsung kemampuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan yang menentukan outcomes (Perwita dan Yani, 2005: 31). Rubenstein, pengaruh adalah hasil yang timbul sebagai kelanjutan dari situasi dan kondisi tertentu sebgai sumbernya. Dalam hal ini, syaratnya adalah bahwa terdapat keterkaitan (relevansi) yanh kuat dan jelas antara sumber dengan hasil (Rudy, 1993: 26). Sedangkan, penelitian ini bertujuan melihat ssjauhmana liberalisasi perdagangan global WTO memberi pengaruh dalam pembuatan kebijakan perdagangan untuk menentukan pencapaian ekspor yang diharapkan Indonesia dalam mengahadap globalisasi yang sedang berlangsung.
Karena globalisasi merupakan  fakta tak terelakkan bila suatu negara ingin menjadi bagian dari dunia modern. Berarti ada peluang bahwa Indonesia sebagai negara berkembang, yang masih memiliki banyak kelemahan akan menjadi korban globalisasi, bukan pemenang sangatlah besar  (Stiglitz, 2007:19). Mengingat, rentannya industri dalam negeri terhadap persaingan yang tidak seimbang dari luar, seperti pertanian yang menjadi karakteristik andalan industri negara berkembang terhadap gempuran produk-produksi yang sama dari negara maju yang mendapat dukungan dari pemerintah baik berupa subsidi ataupun kemudahan-kemudahan lainnya yang mengakibatkan biaya produksi lebih rendah, sehingga produk yang murah ini akan membanjiri pasar domestik negara berkembang. Meskipun demikian, Indonesia sebagai negara berkembang dapat memaksimalkan manfaatkan globalisasi dan meminimalkan dampak negatifnya, dengan menjadi anggota organisasi perdagangan dunia atau dalam satu kawasan. Karena terbentuknya suatu organisasi negara-negara dalam hal bidang ekonomi, politik, budaya dan keamanan antar negara, baik kerja sama bilateral,  melalui kerja sama  kelompok wilayah regional seperti ASEAN, atau negara-negara di dunia sehingga terbentuk organisasi perdagangan dunia yang  mempunyai fungsi dan tujuan mendorong arus perdagangan antar negara, dengan menghapus pelbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang dan jasa, dan memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang lebih permanen bagi negara anggotanya (Deperindag Multilateral, 2003: 1), dapat meningkatkan kerja sama dalam pelbagai bidang khususnya perdagangan dengan aturan yang jelas dan adil sehingga Indonesia mendapat untung dari kerja sama yang dilakukan melalui kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan Indonesia sebagai upaya pembangunan nasional yaitu melalui peningkatan perdagangan luar negerinya.
Selain itu, untuk memperlancar kegiatan perdagangan dan agar tercipta persaingan sehat dan meningkatnya daya saing di pasar dunia dibutuhkan kebijakan perdagangan yang mampu mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, dan memperlancar arus barang dan jasa. Kebijakan yang dibuat diharapkan secara signifikan memberi kontribusi terhadap pembangunan, serta mampu merespon perkembangan perdagangan dunia dan tetap menjaga persaingan yang sehat diantara kepentingan-kepentingan negara. Kebijakan perdagangan itu sendiri mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) daripada neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang/jasa. Jenis kebijaksanaan ini misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade agreement, state trading, dan sebagainya (Nopirin, 1999: 49-50).
Dengan adanya kepentingan-kepentingan dari setiap anggota WTO, maka ada kebijakan-kebijakan yang memberikan kepastian peraturan yang berkaitan dengan fungsi dan tujuan bersama dalam terlaksananya liberalisasi perdagangan global, seperti kebijakan perundingan perdagangan yang lebih terbuka secara bertahap melalui mengurangi hambatan tarif, pemberian subsidi ekspor dalam persetujuan bidang pertanian dan kebijakan kuota impor perdagangan produk tekstil dan garmen (Deperindag, 2003: 23-25). Tarif, sebagai pembebanan pajak terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Subsidi di dalam perdagangan internasional diartikan setiap bantuan keuangan atau dukungan pemerintah baik langsung atau tidak langsung kepada pelaku ekonomi (Rinaly, 2006: 328). Dan kuota adalah pembatasan jumlah fisik terhadap barang yang masuk dan keluar (Nopirin, 1999: 65). Ketiganya merupakan beberapa jenis kebijaksanaan perdagangan dan telah diatur di dalam WTO.
Kebijakan-kebijakan yang disetujui dalam perundingan negara-negara dalam WTO, langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi negara Indonesia sebagai salah satu anggota WTO dalam membuat, menentukan kebijakan perdagangan Indonesia untuk ikut melakukan kegiatan ekspor-impor antarnegara di dunia. Kebijakan perdagangan Indonesia merupakan upaya-upaya yang sistematis dan konsepsional untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional (Nurhemi, di dalam Arifin, dkk, 2007: 252). Dan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara lain yang berpengaruh terhadap perekonomian nasional (Djiwandono, 1992: 170-171). Kebijakan perdagangan pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan pembangunan nasional. Sehingga setiap kebijakan pemerintah yang dibuat mempunyai output positif  pada efektivitas perdagangan produk atau pun jasa dan masyarakat Indonesia, dan Indonesia tidak menjadi korban globalisasi karena melakukan liberalisasinya. Implikasi positif dari kebijakan perdagangan Indonesia dapat dilihat melalui peningkatan cadangan devisa Indonsia. Dimana cadangan devisa diperoleh langsung dari kegiatan perdagangan ekspor-impor Indonesia dengan negara mitra dagang, dalam hal ini mitra dagang anggota-anggota WTO (Yuliadi, 2007: 84).
- See more at: http://globalonlinebook1.blogspot.com/2013/06/contoh-kerangka-pemikiran-dan-pengertian.html#sthash.JZvuS1OI.dpuf

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_home.png
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_right2.gifArtikel

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_right3.gifFilsafat

Muhsin

Jadikan Teman | Kirim Pesan
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/u/prf/muhsinassegaf_207438552-ico-616304126.jpg
Seseorang yang sedang mencari kebenaran sejati. Adakah?

Logika

OPINI | 08 December 2009 | 10:57 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gifDibaca: 3385   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gifKomentar: 10   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif1
Manusia adalah makhluk yang berpikir. Berpikir sudah merupakan bakat dan bawaan manusia. Setiap manusia pasti berpikir. Dan sudah semestinya manusia untuk berpikir karena realitas tidak selalu hadir di hadapannya. Justru kalau dibandingkan dengan realitas yang hadir di hadapannya, maka yang tidak hadir jauh lebih banyak. Lantas apa hubungannya antara berpikir dan kehadiran realitas? Hubungannya sangat erat. Manusia berpikir untuk tahu realitas. Lalu, manusia tahu realitas untuk mengambil sikap dan tindakan terhadap realitas tersebut. Bisa bertindak diam, tertarik, ogah karena tidak menarik, terhibur atau menggebu untuk menghampiri realitas yang sudah ada di hadapannya. Tentu masuk pada maksud tahu realitas adalah ada atau tidak adanya yang diduga sebagai realitas. Maksudnya, bisa jadi manusia tidak bertindak apa-apa karena yang dipradugakan sebagai realitas ternyata bukan realitas, katakan saja seperti fatamorgana yang diduga sebagai air.
Inilah fakta yang berlaku pada manusia. Dia berpikir. Berpikir berarti sebuah proses mencari tahu tentang apa pun untuk diidentifikasi sebagai ada atau tidak ada. Karena berpikir merupakan sebuah proses, tak pelak manusia dari sisi pengetahuan adalah manusia setengah jadi, atau justru separuh jadi, atau lebih parah lagi belum jadi. Tak heran bila manusia tanpa tahu seperti binatang ternak.
Jadi, karena berpikir adalah manusia itu sendiri, maka semua tindakan dan sikapnya terhadap realitas tidak lepas dari proses itu, siapa pun manusianya. Tapi, berpikir saja tidak cukup. Banyak yang berpikir tepat tapi tidak tepat sasaran, atau sampai pada tepat sasaran tapi tidak tepat berpikir, atau malah keduanya: tidak tepat berpikir dan sasaran. Apa yang kurang? Yang kurang adalah metode berpikir. Meski berpikir adalah bawaan manusia, tapi tidak dengan metodenya. Manusia berpikir dari pertama, tapi tidak bermetode sejak semula. Manusia harus mencari dan merumuskan metode bagaimana dia berpikir tepat, bahkan efisien. Jika metode harus dicari, maka dengan metode apa metode itu dicari. Apa dihadapkan pada lingakaran setan? Ada satu hal yang pasti pada metode berpikir, yaitu metode dasar, di mana ini merupakan inti dari berpikir itu sendiri. Metode dasar ini bukan sesuatu yang ditambahkan pada kegiatan berpikir, melainkan berpikir itu sendiri. Jadi sebenarnya apa yang sedang kita cari? Sederhana saja: kita sedang mencari sebuah metode panjang tahap lanjut di luar metode dasar itu. Metode dasar merupakan modal awal yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada manusia untuk bekal pengembangan metode tahap lanjut. Tanpa metode dasar itu manusia tidak akan pernah pintar. Tentu, tidak semua manusia berhasil menjalankan misi pengembangan ini. Lebih banyak yang tidak berhasilnya dibanding yang berhasil. Di antara mereka yang berhasil adalah Aristoteles. Aristoteles adalah bapak dari logika tahap lanjut. Kaidah berpikir setahap demi setahap diungkap dan dirumuskan. Sebagai hasilnya: kita saat ini sudah disuguhkan dengan sebuah sistem tepat berpikir dengan disiplin ilmu yang diberi nama logika. Meski pengembangan tidak akan berakhir cepat bahkan tidak akan berakhir, logika masa kini sudah cukup memadai dan menyeluruh. Jadilah dengan mudah kita bisa , dibandingkan dengan masa-masa lalu, membedakan mana berpikir dengan kaidah dan tanpa kaidah.  Terkait dengan berpikir salah banyak penyebabnya. Boleh jadi karena meski sudah berkaidah tapi tidak didukung oleh premis-premis yang mamadai. Boleh jadi berpikir tanpa kaidah tapi secara kebetulan sampai pada sasaran. Atau boleh jadi berpikir tanpa kaidah dan premis yang memadai. Oleh karena itu, logika dibagi dua: logika formal dan logika material. Yang pertama tentang kerangka berpikir, dan yang kedua tentang bahan berpikir.
Ringkasnya, logika adalah cara berpikir tepat sasaran. Sedangkan berpikir logis adalah berpikir secara tepat baik dalam kerangka maupun materi. Siapa saja disebut sudah berpikir logis bilamana sudah tepat dalam berpikir, baik dalam kerangka maupun bahan.

Pengertian Logika
Logika adalah cara berpikir tepat pada sasaran. Sedangkan berpikir logis adalah berpikir secara tepat baik dalam kerangka maupun materi, baik secara formal maupun secara material. Logika dimiliki oleh setiap manusia. Dengan adanya logika manusia mampu berpikir. Dan sudah semestinya manusia mampu berpikir sebagaimana mestinya. Berpikir merupakan bawaan yang ada pada manusia sejak dulu hingga sekarang. Dengan adanya kemampuan untuk berpikir, manusia dapat membedakan mana yang salah maupun yang tidak.
Manusia dapat membedakan antara hal-hal yang dikiranya salah dan hal-hal yang dikiranya salah. Kemampuan berpikir secara tepat pada manusia sangatlah luar biasa. Namun, tergantung dari manusia itu sendiri. Ada manusia yang menggunakan pikirannya dalam menjalani hidupnya. Serta, ada manusia yang tidak menggunakan pikirannya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Manusia yang tidak mengunakan pikirannya inilah yang nantinya akan disamakan statusnya dengan makhluk-makhluk lain seperti binatang yang tidak mempunyai “akal”. Binatang hanyalah mengandalkan instingnya dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya setiap harinya. Sehingga binatang dalam kehidupannya akan selalu statis dan cenderung tidak dapat memajukan dirinya.
Inilah fakta pada manusia. Dia berpikir. Berpikir merupakan sebuah proses untuk mencari tahu tentang apapun yang sebelumnya belum diidentifikasikan sebagai sesuatu yang telah ada maupun yang tidak ada.
Pengertian Filsafat Ilmu
Ilmu adalah (inggris : Knowledge) adalah bagian yang esensial yang berasal dari hasil penafsiran dari apa yang telah terpikirkan manusia. Kemajuan manusia sekarang ini dengan akal mereka yang mereka gunakan secara optimal membuahkan ilmu-ilmu yang ada sekarang ini dan membedakan mereka dengan makhluk yang tidak mempunyai akal.
Filsafat berasal dari bahasa yunani yang telah diarabkan. Kata ii berasal dari dua kata yaitu philos yang berarti mencintai atau menyenangi dan shopia yang berarti pengetahuan. Ini berart filsafat adalah pecinta pengetahuan.
Hubungan berpikir tepat dan logis dengan filsafat ilmu
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang berpikir. Sejak dulu hingga sekarang, manusia tetaplah menjadi orang yang selalu berpkir. Yang membedakan antara dahulu dengan yang sekarang adalah cara berpikir mereka yang dahulu lebih percaya terhadap takhayul, dongeng, dan rasa ingin tahu terhadap mitologi-mitologi yang berkembang di lingkungan sekitar mereka. Sedangkan yang sekarang, mereka berpikir secara modern. Mereka tidak percaya pada apapun seperti takhayul atau sejenisnya karena mereka menginginkan adanya kaidah teori yang valid, konkrit, logis, bersifat empiris, dan dapat dipercaya keberadaanya. Selain itu yang membedakan antara cara berpikir dahulu dengan yang sekarang adalah orang terdahulu lebih cenderung berpikiran skeptis (berpikir sesuai dari apa yang telahdipikirkan oleh orang lain. sedangkan bagi orang-orang yang sekarang mereka cenderung ingin bersifat kritis (tidak ingin menerima apa adanya).
Mereka yang telah melakukan pemikiran secara modern dimulai dari 3 orang. Yaitu, Socrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka berhasil menciptakan pengetahuan-pengetahuan dasar yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia akan ketergantungan dari pemikiran-pemikiran kaum sophia atau kaum pandai. Hasil dari pengetahuan dasar atau biasa disebut dengan ideologi ini adalah dialektika oleh Socrates, rasionalisme oleh Plato, dan Empirisme oleh Aristoteles.
Pada perkembanganya, ideologi inilah yang menciptakan hasil-hasil pemikiran lainnya. Seperti pada ilmu pengetahuan alam yakni, fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi. Ilmu pengetahuan eksata dan matematika. Dan ilmu tentang pengetahuan beragama dan methafisika.
Kebenaran dalam kegiatan imiah dan filsafat ilmu bersumber dari kebenaran e[istemologi. Teori pengetahuan disebut sebagai teori kebenaran klasik yang sifatnya universal dan berlaku umum untuk berbagai bidang keilmuan yang bertujuan mencari objektivitas dan kebenaran ilmiah.
Teori kebenaran yang ada pada filsafat ilmu digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan kebenaran untuk berpikir tepat dan logis. Semua orang memiliki pemahaman yang sama akan sesuatu hal yang dari dahulu hingga sekarang tetap sama. Sebagai contoh, meja dari dahulu hingga sekarang tetaplah bernama meja tidak digantikan dengan yang lain.
Di sisi lain, teori kebenaran juga merupakan batas pengetahuan dalam landasan teori kebenaran. Pembatasan pengetahuan itu dibatasi oleh panca indera kita. Kita dapat melihat, mendengar, mengecap, meraba, dan mencium dari panca indera itu secara tepat. Apabila salah satu dari panca indera tersebut tidak berfungsi dengan baik maka tidak dapat berpikir secara tepat. Selain pengetahuan dari indera, juga ada pengetahuan non indera yang menjadi sumber pengetahuan manusia. Tu berasal dai akal budi manusia atau rasio manusia. Melalui akal, manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat memiliki gagasan atau ide dan hasil dai berpikir itu adalah pengetahuan yang rasional.
Filsafat ilmu merupakan pemersatu ilmu. Dengan adanya filsafat ilmu yang merupakan dasar dari pemikiran yang dikembangkan sekarang ini membuat semua manusia dapat berpikir secara tepat dan logis, dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, mana yang ada dan tiada, dan dapat memiliki gagasan dan hasil berpikir yang rasional. Semua itu diawali dengan adanya rekonstruksi teori dan mempunyai akal yang dapat menyebabkan kesepahaman akan suatu hal yang mendasar.





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar